more"/> more">
Renungan E Murid - Bersuaralah dalam Hikmat, Kasih, dan Aksi
Last Updated : Feb 02, 2024  |  Created by : Administrator  |  191 views

Haruskah saya memberikan hak suara, ketika logika berkata

“tidak ada yang bisa dipercaya” ?

 

Oleh Bonan Imanuel Ratmo, S.T*)

 

Kita sedang berada di dalam situasi politik yang sarat dengan kegamangan dan kebimbangan untuk memilih. Mulai dari faktor track record setiap kandidat, kecacatan hukum dan demokrasi yang dipertontonkan, serta faktor kepentingan elit politik yang mencuat adalah alasan-alasan yang menimbulkan keengganan masyarakat untuk terlibat. Namun bagaimana sikap iman kita sebagai warga kerajaan Allah ditengah situasi dan kondisi politik yang sudah jatuh dalam dosa ?  

Konsep penting yang harus kita miliki adalah bahwa pemerintahan berasal dari Allah (Rm. 13:1). Allah menetapkan setiap otoritas dan kehendak-Nya melalui pemerintahan untuk mendatangkan kebaikan bagi umat manusia. Oleh karena itu, seharusnya kita menaruh kepedulian terhadap politik dan pemerintahan. Karena hal tersebut tidak dapat terpisahkan satu dengan yang lain. Bayangkan jika tidak ada pemerintahan yang mengatur undang-undang, maka akan begitu banyak kejahatan dan ketidakadilan yang terjadi secara masif.

Allah memanggil umat-Nya untuk terlibat dalam upaya menyejahterakan kota. Inilah pengarahan Allah bagi umat-Nya yang sedang tertawan oleh bangsa Babilonia. Apakah Babel adalah pemerintahan yang adil dan baik? Di tengah realita kejatuhan dunia dalam dosa, Allah meminta untuk mendoakan kota, berkontribusi bagi kota untuk kesejahteraannya. Oleh karena tu, sebagai warga kerajaan Allah seharusnya kita peduli terhadap momen pemilu, inilah kesempatan kita untuk kita bersuara dan beraksi secara nyata.

Bagaimana jika seorang pemilih yang tidak memberikan hak suara adalah pilihan terbaik? “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (Mat. 22:21) Ayat ini mengkonfirmasi kepada setiap pengikut Kristus, bahwa kita memiliki kewarganegaraan ganda, warga kerajaan Surga dan dunia. Sebagai warga kerajaan di dunia, Allah meminta kita untuk berperan serta di dalamnya, salah satu hal praktis yang semua kita dapat lakukan adalah dengan berdoa. “Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua para pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tentram dalam segala kesalehan dan kehormatan” (1 Tim. 2:1-2).

Banyak orang lebih mudah memberikan sindiran, hujatan, dan kritikan yang tidak konstruktif, bahkan menarik diri untuk tidak terlibat, meskipun itu adalah hal yang wajar dalam negara demokrasi. Namun sebagai pengikut Kristus, apakah kita pernah meluangkan waktu untuk mendoakan bagi  pemerintah? Dalam konteks pemilu, apakah kita pernah mendoakan calon presiden dan wakil presiden serta para calon anggota legislatif? Suka atau tidak, apapun motivasi terdalam setiap konstentan, merekalah nanti yang akan menyusun kebijakan-kebijakan untuk pemerintahan ini.  

Apakah kita sudah meninggalkan keyakinan bahwa Tuhanlah yang menjalankan pemerintahan tertinggi, bahwa Dia-lah Allah yang dapat mengubah hati para pemimpin? Alkitab mengatakan bahwa Tuhan mengangkat dan menurunkan pemimpin, bahwa hati raja ada di tangan Tuhan seperti aliran air (Ams. 21:1) Dia dapat memutarnya ke mana pun Dia menghendakinya. Berdoa.

“Daripada menarik diri untuk tidak berpartisipasi, lebih baik untuk berdiskusi dan memberikan edukasi”. Sebagai seorang full-timer pelayanan mahasiswa, melihat pesta demokrasi lima tahunan sama dengan durasi satu generasi mahasiswa menuju predikat sarjana. Inilah momentum yang tepat untuk mengajak mereka melihat “Realita politik yang tidak ideal, menggunakan perspektif iman”.

Mengharapkan proses politik yang benar dan adil di tengah dunia yang berdosa adalah kemustahilan. Namun daripada tidak berbuat apa-apa, lebih baik mempersiapkan generasi muda saat ini untuk menanamkan rasa cinta kepada bangsa, melalui berdoa, berdiskusi untuk menemukan hal-hal yang korup dan yang seharusnya, termasuk bertukar pikiran terkait siapa yang tepat untuk memimpin bangsa Indonesia. Lebih dari itu, kita perlu berharap dan berdoa agar melalui pembinaan dan pelayanan yang kita lakukan, akan hadir “Biblical political influencer” seperti Daniel, Ester, Yusuf, dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya, yang Tuhan panggil untuk mempengaruhi politik demi kehendak Tuhan dan demi kesejahteraan kota.

Sebagai warga kerajaan Allah, kita dipanggil untuk menjadi Duta Besar Kristus di tengah dunia berdosa (2 Kor. 5:10). “Duta besar”, istilah yang digunakan dalam bidang politik dan pemerintahan. Mengerjakan misi kerajaan Allah sambil menantikan kedatangan Kristus untuk membangun kota Yerusalem baru. Di dalam masa penantian inilah kita diminta untuk giat melakukan pekerjaan baik sesuai panggilan kita masing-masing, menghadirkan kerajaan Allah di bumi seperti di sorga.

Bersuaralah dalam Hikmat, Kasih, dan Aksi. Silence in the face of evil is evil itself. God will not hold us guiltless. Not to speak is to speak. Not to act is to act.”- Dietrich Bonhoeffer.

 

(* Penulis melayani di Pelayanan Mahasiswa Surabaya)


Subscribe To Our Newsletter
Subscribe to catch our monthly newsletter, latest updates, and upcoming events
RELATED UPDATES